Aku berlari. Masih terus berlari.
Bukan menjadi yang pertama tapi bukan juga yang terakhir. Kepada siapa
perlombaan ini kuperjuangkan aku pun juga tidak tahu. Siapa yang peduli padaku?
Jawabannya tidak ada.
Semua
berawal ketika guru olahragaku mengetahui bakatku adalah berlari. Sejak saat
itu hidupku penuh dengan lari, lari dan lari. Hingga kusadari aku pun juga
berlari dari kehidupanku. Berlari menjauhi orang-orang yang dulunya sayang dan
peduli denganku.
Aku
berlari menjauhi teman-temanku di sekolah karena aku menjadi terlalu sombong
setelah mengikuti berbagai macam perlombaan yang aku menangkan selalu. Hingga
kini aku menyesal. Journal di sekolahku mencatat aku menjadi urutan terakhir
dalam perkembangan pelajaran, ini berbanding terbalik denganku saat aku
mengikuti berbagai lomba lari dan selalu di catatan terdepan.
Ayahku
yang tak suka dengan kegiatan atletik karena dianggapnya hanya kegiatan
membuang waktu memberi cap anak durhaka terhadapku. Berulang kali aku
memberikan penjelasan tentang pentingnya arti hidup sehat tapi tidak pernah
berhasil. Malah membuatku semakin dibenci ayah.
“Aduh!”
Aku
menoleh. Menghentikan pikiranku tentang kenanganku selama ini. Seorang
laki-laki seumuran denganku tersandung dan jatuh terjerembab. Ada rasa ingin
menolongnya tapi tujuanku mengikuti perlombaan bukan untuk menolongnya tapi
untuk mencapai garis finish. Ya, begitu juga kehidupan kita tidak pernah
memedulikan kesengsaraan orang lain bila ingin mencapai kesuksesan.
Aku
mengumpulkan segenap tenaga dan nafas, berlari sekencangnya. Berusaha mengambil
urutan yang terdepan. Walau tidak tahu kuperjuangkan untuk siapa. Hanya garis
finish tujuanku. Terus berlari sampai…
“Semangat
nak!!”, seorang wanita meneriakiku.
Aku
terkesiap. Suara itu mengingatkanku sesuatu. Dialah orang yang menjadi alasanku
berlari selama ini. Dialah orang yang membantuku berdiri ketika aku terjatuh
dari pelarian hidupku.
Ibu,
ya ibu. Dan hanya ibu yang memberiku semangat berlari selama ini. Walau kini
kakinya tak bisa digunakan lagi tapi dia tetap datang ke sini dan memberiku
semangat ekstra. Hingga aku bisa berlari di sini. Di lapangan Vietnam mewakili
Indonesia dalam ajang Sea Games 2013.
Sakit
kakiku tak terasa lagi ketika Ibu datang menyemangatiku.
“Rena
! Ibu bangga padamu nak !”
Tetes
peluh keringat mengucur deras, degup jantungku berdetak lebih cepat. Nafasku
pun juga tinggal sepenggal dua penggal.
“Beri
ibumu kebanggaan lebih nak !”
“Ayah
mendukungmu nak !”, suara lelaki yang sangat kurindukan, ayah.
Ayah
dan ibu datang. Senyum mengembang di bibirku. Memberiku pukulan semangat.
Berlari, berlari dan berlari hingga aku mencapai garis itu. Dan dengan
sampainya aku di sana, aku akan berhenti berlari. Berlari dari kehidupanku yang
sebenarnya menyenangkan.
0 komentar:
Posting Komentar
Yoroshiku onegaishimasu !